“Melihat ke masa lalu hendaknya hanya menjadi sarana untuk memahami lebih jelas apa dan siapa mereka agar bisa lebih bijak membangun masa depan.”
Paulo Freire, Pendidikan Kaum Tertindas
Jagad Samudera terbentuk pada akhir tahun 2022, kemudian menamakan dirinya sebagai “Kelompok Masyarakat Pengawas” (Pokmaswas) di Pulau Satangnga, Desa Mattiro Baji, Kec. Kepulauan Tanakeke, Kabupaten Takalar. Sebagai organisasi rakyat, ‘Jagad Samudera’, belajar dan tumbuh melalui beberapa pertemuan-pertemuan kampung dan diskusi reflektif yang menuturkan kegelisahan dimulai dari diri sendiri baik sebagai; nelayan tangkap, suami, orang tua, dan juga perasaan bersama sebagai warga–sebagai orang-orang biasa di Pulau Satangnga.
Jagad Samudera merupakan wadah bersama untuk menata kembali lalu mewujudkan suatu mimpi di masa yang akan datang, cita-cita yang sebisa mungkin untuk bisa dicapai secara bersama-sama. Yang tertulis di sini merupakan usaha dan langkah kecil para penggerak Jagad Samudera untuk memulai membumikan cita-cita tersebut.
Dalam tiga puluh tahun ke depan. Kami hidup di Pulau Satangnga yang memiliki lingkungan alam yang hijau, terumbu karang yang sehat, serta tidak ada penambang pasir dan penggunaan alat tangkap yang merusak.
Kami akan hidup makmur dengan memiliki usaha bersama, punya kesadaran atas lingkungan dan menjaga hubungan baik antara warga dan pemerintah setempat dalam menjaga Pulau Satangnga untuk kebaikan anak cucu kami.
(Visi Jagad Samudera)
Meski terbilang baru terbentuk, Jagad Samudera yang keseluruhan penggeraknya adalah nelayan tangkap, aktif melakukan kegiatan-kegiatan pengawasan dan aksi pemulihan lingkungan di sela-sela rutinitas menangkap ikan sebagai sumber penghidupan utamanya. Selama hampir setahun ini, kegiatan-kegiatan Jagad Samudera telah melakukan pengawasan dengan cara patroli di wilayah sekitaran pulau. Melakukan aksi pemulihan lingkungan dengan menanam bibit Bakau untuk mencegah abrasi, bersih-bersih kampung, dan pertemuan rutin para anggota.
Sejauh ini, Jagad Samudera mengarahkan kegiatannya pada pengawasan dan menjaga lingkungan. Aktivitas pengawasan laut dilakukan dengan berpatroli di sekitaran wilayah tangkap dan pulau. Atau akan bertindak berdasarkan informasi atau pantauan para nelayan ketika terjadi tindakan-tindakan menangkap ikan dengan cara-cara yang merusak di sekitar lingkungan mereka.
Dengan kata lain, kegiatan pengawasan masih dilakukan secara hati-hati dan penuh perhitungan. Hal itu disebabkan oleh kewenangan Pokmaswas yang hanya boleh melaporkan tindakan atau aktivitas penangkapan hasil laut ilegal kepada pihak yang lebih berwenang, dalam hal ini Cabang Dinas Kelautan (CDK) Mamminasata. Yang sekaligus juga menjadi mitra kerja Jagad Samudera sebagai Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas).
Menjaga Lingkungan Kampung, Laut dan Pesisir
Pada pertengahan bulan Mei tahun 2023 lalu, Jagad Samudra melakukan penanaman bibit Bakau sebagai bentuk aksi pemulihan lingkungan pesisir dan laut. Penanaman Bakau ini dilakukan atas dukungan dari Dinas Kelautan & Perikanan Prov. Sulawesi Selatan – CDK Mamminasata dan Lembaga Nipah Indonesia, khususnya untuk pengadaan bibit Bakau. Aksi penanaman bibit ini dilakukan oleh para penggerak Jagad Samudera di sebelah barat Pulau Satangnga.
“Salah satu tujuan penanaman bibit bakau ini untuk tujuan mencegah abrasi pantai dan menjadi penghalang ombak yang mengarah ke pulau,” kata Daeng Tika selaku Ketua Jagad Samudera.
Para penggerak Jagad Samudera yang akan melakukan penanaman berkumpul mengabadikan momen sebelum menanam bibit Bakau melalui foto bersama. Terpampang di belakang mereka, papan spanduk “peringatan” tentang pelarangan menebang dan merusak Bakau sesuai Undang-Undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (WP3K).
Setelah tiba di area penanaman, mereka membuat patok-patok batas lokasi penanaman dengan kayu lalu dikaitkan menggunakan tali plastik semacam pagar pembatas yang menandakan area pembibitan Bakau. Kemudian masing-masing orang memegang bibit yang siap untuk ditanam.
Bibit Bakau yang ditanam sejumlah 30.000 batang yang kemudian ditanam di area pantai seluas 50 x 100 m2, tiap-tiap lubang masing-masing ditanami 3 buah bibit Bakau dengan jarak antar lubang sekitar 30 cm. Di setiap lubang tanam ditandai dengan bilah bambu setinggi 30-40 cm, setiap orang yang terlibat bekerja dengan semangat meski di bawah terik matahari.
Sesekali mereka istirahat dengan berteduh di bawah rindang pohon Bakau tua sambil mengobrol santai. Setelah melakukan penanaman, menjelang sore mereka kembali ke pulau. Pada hari itu, tidak semua bibit bakau bisa ditanam, akan dilanjutkan pada hari berikutnya.
Tampak Daeng Tika melakukan pemeriksaan terhadap bibit bakau yang sudah ditanam, sembari memperbaiki letak bibit yang tidak tepat posisinya sambil menganti bibit yang rusak. Menurut Daeng Tika, waktu penanaman dilakukan sebanyak 3 kali dalam rentang waktu 10 hari, mengikuti kondisi pasangnya-surutnya air laut di area penanaman.
Pada aksi penanaman selanjutnya, para penggerak Jagad Samudera ditemani oleh para pemuda pegiat Cita Tanah Mahardika yang rutin mendatangi Pulau Satangnga untuk belajar bersama masyarakat. Daeng Tika, Daeng Rani, Daeng Sikki dan lainnya mengajari para pemuda cara menanam bibit Bakau sambil praktik langsung. Cita Tanah Mahardika sendiri merupakan lembaga mitra belajar Jagad Samudera, bersama dengan organisasi perempuan “Passe’reanta” yang juga ada di Pulau Satangnga.
Anak-anak dari para penggerak Jagad Samudera yang ikut menamani proses pemantauan bibit Bakau tampak ikut berkeliling untuk melihat dari dekat kondisi bibit bakau yang sudah mulai berbunga.
Pemantauan rutin dan berkala dilakukan penggerak Jagad Samudera untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan bibit Bakau. Foto-foto ini merupakan hasil pemantauan terakhir pada pertengahan bulan September 2023.
“Itu bibit kalau ditanam langsung tanpa kantong polybag akan lebih kuat, karena kalau pakai kantong polybag ditanam akan rubuh kalau diterjang ombak,” kata Daeng Sikki.
Daeng Rani, Daeng Sitaba dan Daeng Jarung yang melakukan pemantauan ke lokasi penanaman bibit Bakau yang sudah berumur sekitar 5 bulan.
Kondisi hamparan bibit Bakau yang sudah berumur 5 bulan yang telah berbunga dan terlihat sehat karena berdiri tegak.
“Tapi kalau musim barat datang yang perlu diwaspadai itu kiriman sampah dan kayu yang bisa merusak bibit, makanya perlu untuk ditambahkan pelindungnya,” ungkap Daeng Tika.
***